Laman

Tuesday, May 31, 2016

Come On Go To Positive (Bagian 2)

Yahaaaa...... Baru mood post lagiiiii hehehe
bagi yang mau liat sebelumnya tinggal scroll ke bawah yaaa.



Teman – temanku sudah tak heran ketika melihatku masuk kelas terlambat, karena hal tersebut sering terjadi.
“Wah, mentang – mentang rumahnya deket enak banget ya datengnya bisa siang.” Salah satu teman di kelasku nyeletuk.
“Ih, dia gatau aja gue ngapain dulu pagi – pagi. Dasaaaarrr.” Aku menjawab dalam hati.
Saat aku sudah memasuki kelas 2 Sekolah Menengah Atas, salah satu kakakku keluar dari rumah asuh dan dia memutuskan untuk bekerja.
“Setidaknya aku ada yang nemenin buat bantuin mamah, ga kebayang kan kalo bantu sendirian terus.” Ujarku ketika aku dan kakakku kebetulan bersama.
Aku merasa sedikit terbantu dengan adanya kakakku di rumah, tiap malam dia yang membantu mamah untuk memotong sayuran sedangkan aku berbelanja ke warung dengan sepeda dan setelah itu mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan oleh sekolah. Tetapi kakakku juga terkadang kesal jika aku tidak turut membantu karena dia juga merasa lelah setelah pulang bekerja.
Tak lama akupun naik kelas, aku sekarang menjadi siswa kelas 3 Sekolah Menengah Atas. Aku bahagia karena akhirnya aku berpikir bahwa setelah aku lulus maka aku bisa bekerja dan membiayai hidupku bersama ibu. Kakakku tak lama menikah dengan kekasihnya setelah aku naik ke kelas 3 SMA dan dia memutuskan pindah rumah jauh dari aku dan ibu.
“Mau dilanjutin apa udahan nih jualannya? Kalo ga ada yang bantuin gimana? Sekarang udah ga kuat begadang.” Ibu mengutarakan keluh kesahnya.
“Yaudah mamah ikut kakak aja.” Saranku.
“Nanti sekolah kamu gimana? Siapa yang mau bayarin?”
“Ya ngga tau. Hehe”
Karena biaya yang dikeluarkan banyak semasa kelas 3 SMA, aku mendatangi kakakku yang satu lagi, sebut saja kak Nida. Aku mengunjunginya untuk meminta uang tiap bulannya. Sepertinya ada seseorang yang tidak suka dengan kedatanganku, ada yang mengatakan bahwa kak Nida tak boleh memberiku uang kalau aku tak tinggal bersamanya. Memang harus diakui bahwa aku selalu datang mengunjungi ka Nida pada sore hari sepulang sekolah dan malamnya sudah harus kembali ke rumah untuk membantu ibu lagi. Setelah tak berapa lama kemudian akhirnya aku tinggal bersama kak Nida yang membiayaiku dan ibuku tinggal bersama kakakku yang menikah.
Hari – hari kujalani seperti kebanyakan remaja pada umumnya, misalnya belajar, bermain, dan hangout bersama teman – teman. Selain tas yang berisikan buku dan alat tulis, ada hal lain yang biasanya aku bawa ke sekolah, yaitu tas yang berisikan puding. Kak Nida mempunyai kreasi yang merupakan hasil dari tangan – tangan terampil, dia membuat puding dengan dua rasa. Walaupun terkesan sederhana namun di sekolahku belum ada yang menjual makanan yang seperti itu.
“Hei, bawa apaan tuh? Kok sekolah aja tasnya sampe ada dua begitu?” temanku melotarkan pertanyaan kepadaku.
“Aku bawa pudding. Kamu mau?” Akupun memulai aksi promosi pertamaku.
Tiap hari aku membawa pusing sekitar 20 – 30 cup dan aku menjualnya dengan harga Rp. 2000,00 per cup. Untungnya lumayan untuk menambah uang saku ketika kehabisan ongkos ataupun ketika lupa membawa uang jajan dari rumah.
Kelas 3 Sekolah Menengah Atas memang tahap sedang sibuk – sibuknya mempersiapkan Ujian Sekolah (US) dan Ujian Nasional (UN), banyak mahasiswa – mahasiswa yang gempar mempromosikan universitasnya masing - masing. Bahkan tidak sedikit pula universitas yang sudah membuka pendaftarannya dari jauh – jauh  hari sebelum Ujian Nasional diadakan. Pada awalnya aku tidak tertarik dengan dunia perkuliahan karena memang pada target awalnya aku ingin cepat bekerja, mindset yang demikian dinilai kurang baik oleh guru yang mengerti aku pada saat itu.
“Buat apa sih kuliah? Kalo misalnya lulusan SMA aja udah bisa kerja?” Aku selalu bertanya dalam hati.
 

To be continued......

No comments:

Post a Comment